8.09.2009

Mertua vs Menantu

Belakangan ini ada satu topik yang tiba-tiba menyeruak di tengah-tengah obrolanku dengan beberapa ibu-ibu.Bahasannya tentang lagu lama sih; bagaimana tidak enaknya hidup berdampingan dengan ibu mertua. Di sekolah Daffa saja,sambil menunggui anak-anak kami belajar,sudah ada 3-4 orang yang sepakat tentang ini. Alasannya ga jauh-jauh dari :mertua yang dirasa cerewet, tukang atur, suka mengkritik, pilih kasih pada cucunya, dianggap ga becus ngurus suami oleh mertua,mertua dan saudara ipar yang ‘menggerogoti’ kekayaan, dan lain sebagainya.

Hari inipun khadimatku (pembantu,red) bercerita tentang budenya yang rencananya mau numpang tinggal di rumahnya di kampung. Sebelumnya beliau ikut putra semata wayangnya ke Timor,dan karena sekarang dipindahtugaskan ke Malang, beliau ikut pindah. Tapi kenapa ga ikut anaknya lagi? Ternyata alasannya karena si bude ini merasa tak kuat tinggal sama menantunya. Dia merasa tidak diterima karena sang menantu dari keluarga kaya. Bahkan anaknya saja bila ingin memberi uang buat ibunya, harus ngumpet-ngumpet biar ga ketauan istrinya. Nah,lho?

Ada lagi kejadian yang mirip seperti ini yang menimpa staf suamiku. Dia memutuskan bercerai dari istrinya dengan dengan salah satu alasannya adalah karena sang istri sering meremehkan orang tuanya. Sampai-sampai mobil istrinya di cucikan oleh bapak mertuanya sebagai tanda terimakasih (?) karena telah menampung mereka.

Siapa yang tidak miris?

Bukankah mertua adalah orang tua juga? Mana birul waalidain-nya?

Ketika aku dibalik tanya tentang bagaimana hubunganku dengan mertua,dengan penuh syukur aku menjawab,"Mereka sangat baik dan menerima."Dengan agak skeptis ada yang menimpali,"Itu kan karena mba Ade jauh dari mertua. Mertua itu, kalau jauh baru tercium wangi. Kalo dekat, bikin eneg!" Kasar benar ungkapannya….

Tapi apakah benar demikian?

Aku jadi bertanya-tanya ke dalam diriku. Memang sebelum menkah aku sempat dicemaskan dengan pikiran-pikiran negatif bagaimana jika nanti mertua atau anggota keluarga suamiku yang lainnya tidak menyukaiku? Apakah sepanjang usia pernikahanku aku akan selalu berseteru? Alangkah lelahnya kalau begitu…

Aku sangat sadar dengan diriku yang biasa-biasa ini. Aku tak punya keahlian khusus yang bisa dibanggakan.Memasak? Yang standar-standar,okelah…Tapi tak ada yang istimewa. Menjahit?Menyulam?Merajut?Nol.Kecakapan mengurus suami,anak dan rumah juga biasa-biasa saja. Tak punya karir di luar rumah yang bisa diceritakan ke orang-orang.Dan selama empat tahun lebih menjadi menantu mereka, rasanya aku tak pernah mempersembahkan sesuatu yang berharga dan spektakuler untuk mereka, kecuali Daffa barangkali. Itupun bukan karena hebatku, semata-mata kemurahan Allah sahaja.Pokoknya bukan menantu idaman,deh….

Namun mereka tak pernah bersikap kasar, meremehkan,memburuk-burukkan,atau mengeluh tentang aku kepada suamiku. Sesekali pasti ada yang kurang berkenan di hati mereka. Tapi mereka bijak dalam menyampaikannya atau menyembunyikannya…

Lantas apa yang membuat mereka sampai hari ini tetap baik padaku? Barangkali kalau ini ditanyakan kepada mertuaku,mereka juga tidak bisa menjawab apa-apa selain,"Karena anakku memilih dia". Aku tak berani meng-claim bahwa aku menantu yang disayang mertua. Rasanya terlalu kegeeran saja.Tapi perasaan nyaman setiap bersama mereka, peluk cium mereka yang hangat,dan perasaan rindu bila lama tak berjumpa,adalah nyata di dalam hatiku…

Bagaimana bisa aku tidak mencintai mereka?

Cukup dengan memandang suamiku saja aku sudah menemukan jawaban mengapa mereka susah sepantasnya aku perlakukan dengan cinta dan hormat,sama halnya seperti kepada kedua orang tuaku…

Bayangkan saja,….

Siapa yang telah mengandung lelaki tercinta ini?

Siapa yang telah menyusuinya?

Siapa yang telah menjaganya siang malam tanpa peduli dirinya sendiri?

Siapa yang telah mengasuh,mengasihi,dan mengasahnya dari bayi tak berdaya menjadi seorang pria dewasa?

Siapa yang mengurus ompol, kotoran,dan muntahannya tanpa sedikitpun rasa jijik di hatinya?

Siapa yang membanting tulang bekerja,memeras keringatnya untuk menjaga perut anaknya tetap terisi,tubuh telanjangnya di hangati pakaian, ada atap untuk berteduh, pendidikannya terselesaikan?

Siapa yang menemani saat sedih dan sakitnya?

Siapa yang mendampinginya melewati masa remaja yang membingungkannya?

Siapa yang menuntunnya ketika bingung dan gundah melanda?

Siapa yang menanamkan kepadanya nilia-nilai tatakrama dan agama?

Siapa yang menempa karakter lelaki ini menjadi seorang yang baik, berdedikasi, pekerja keras, visioner,penuh kasih sayang,hangat dan suka menolong orang-orang yang dia dia temui seperti ini?

Dan setelah susah payah membesarkan dan mendidiknya, siapa yang telah dengan kebesaran hati melepaskan putra kebanggaan ini untuk mengarungi hidup bersama seorang wanita yang biasa-biasa saja seperti diriku?

Merekah orangnya.

Dan bila ternyata suamiku mempunyai cinta yang lebih besar kepada mereka dibanding kepadaku,istrinya,pantaskah aku berkecil hati dan merasa tersaingi? Haruskah aku menghadapkan suamiku pada perkara yang sulit? PILIH AKU ATAU IBUMU !!

Bagiku, cinta seorang suami kepada ibunya dan cintanya terhadap istri dan anaknya, bukanlah hal yang bersifat substitusi,yang satu menggantikan yang lain. Tapi justru saling menguatkan dan melengkapi. Bagaimana aku bisa mengharapkan suamiku menjadi sosok yang bertanggung jawab dan penuh kasih, jika orang tuanya yang paling berjasa dalam hidupnya dia abaikan dan dia sakiti?

Aku tak bisa bersikap lain selain bersyukur kepada Ilahi, dan berterimakasih sedalam-dalamnya kepada mereka berdua karena telah membesarkan suamiku,ayah anakku, dengan cara yang luar biasa….

Sungguh,mereka layak untuk dicinta…


Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Jangan Bengong Aja Silahkan Berkomen disini..

Alnect computer Blog Contest

Tukeran Link

Blog Iseng

SETETES HARAPAN ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO