6.05.2009

Tujuan perkawinan/Pawiwahan menurut Hindu.

Pada dasarnya manusia selain sebagai mahluk individu juga sebagai
mahluk sosial, sehingga mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia dengan berlainan
jenis kelamin, yaitu pria dan wanita yang masing-masing telah menyadari
perannya masing-masing.
Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap pria dan
wanita mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan
dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang menginjak masa ini diawali
dengan proses perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa suci dan
kewajiban bagi umat Hindu karena Tuhan telah bersabda dalam Manava
dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:

"Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah"

";Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah,
laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di
dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya"
(Pudja dan Sudharta, 2002: 551).

Menurut I Made Titib dalam makalah "Menumbuhkembangkan pendidikan agama
pada keluarga" disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu
adalah mewujudkan 3 hal yaitu:

a.Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan
Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti
melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat
dilaksanakan secara sempurna.
b.Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan
melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan
lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang
jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada
para guru (Rsi rna).
c.Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan
kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan
dan berlandaskan Dharma.

Lebih jauh lagi sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu
dilaksanakan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Sesuai dengan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang
dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk
keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu
sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah
terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup
manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX.
101-102 sebagai berikut:

"Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,
Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah"

";Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati,
singkatnya ini harus dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri".

"Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram"

";Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan
perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak
bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan
yang lain" (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).

Berdasarkan kedua sloka di atas nampak jelas bahwa agama Hindu tidak
menginginkan adanya perceraian. Bahkan sebaliknya, dianjurkan agar
perkawinan yang kekal hendaknya dijadikan sebagai tujuan tertinggi bagi
pasangan suami istri. Dengan terciptanya keluarga bahagia dan kekal maka
kebahagiaan yang kekal akan tercapai pula. Ini sesuai dengan ajaran Veda
dalam kitab Manava Dharma sastra III. 60 , sebagai berikut:

"Samtusto bharyaya bharta bharta tathaiva ca,
Yasminnewa kule nityam kalyanam tatra wai dhruwam"

";Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian
pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal"
( Pudja dan Sudharta, 2002: 148).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan wiwaha menurut agama
Hindu adalah mendapatkan keturunan dan menebus dosa para orang tua
dengan menurunkan seorang putra yang suputra sehingga akan tercipta
keluarga yang bahagia di dunia (jagadhita) dan kebahagiaan kekal (moksa).

Perkawinan menurut hindu sangat dimuliakan, karena dalam setiap
perkawinan dipandang sebagai suatu jalan untuk melepaskan derita
orangtuanya, (leluhurnya) diwaktu mereka telah meninggal. Karena itu
perkawinan dan dilahirkannya anak (suputra) merupakan perintah agama
yang dimuliakan. Dengan dilahirkan nya anak dipandang sebagai jalan
untuk menebus hutang (Rna) dan pelaksanaan perkawinan adalah dharma (
kewajiban ) hal ini ditegaskan dalam menawa dharma sastra sebagai berikut.
- Untuk menjadikan Ibu, maka wanita diciptakannya menjadi IBU dan pria
diciptakannya menjadi BAPAK, dan karena itu Weda akan diabadikan oleh
dharma yang harus dilakukan oleh wanita – Pria sebagai pasangan suami istri.
- Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati,
singkatnya ini dianggap hukum yang tertinggi sebagai pasangan suami istri.
( Weda Smrti IX.101)
- Hendaknya laki laki dan perempuan yang terikat dalam tali perkawinan
mengusahakan untuk tidak jemu jemunya supaya mereka tidak bercerai dan
jangan melanggar kesetiaan antara yang satu dengan yg lainnya.
( Weda Smrti IX.101 )

Berdasarkan kutipan sloka tersebut diatas jelaslah behwa perkawinan
menurut hukum agama Hindu adalah terbentuknya sebuah keluarga yang
berlangsung sekali dalam seumur hidupnya. Keluarga (rumah tangga) bukan
semata mata tempat berkumpulnya laki laki dan perempuan sebagai pasangan
suami istri dalam suatu rumah, namun sesungguhnya terbinanya suatu
kepribadian, ketentraman lahir dan bhatin, hidup rukun, damai dalam
upaya menurunkan tunas muda (suputra / suputri).
Masih berlanjut

Namaste.

1 Comentário:

Anonim mengatakan...

jadi dalam Hindu,, sebuah pernikahan itu wajib hukumnya yaa..?? truz kalo gak nikah gmna?? karena setau sy,, ada umat yg menjalani hidup Sukla Brahmacari, ntah beliau memilih utk tidak menikah atau memang udh "takdir" beliau..:) makasi

Posting Komentar

Jangan Bengong Aja Silahkan Berkomen disini..

Alnect computer Blog Contest

Tukeran Link

Blog Iseng

SETETES HARAPAN ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO