Gaji Polisi Naik Rp 7 Juta – Rp 47 Juta
Batas Waktu Januari 2010
JAKARTA— Tak ada lagi alasan bagi anggota polisi mempermainkan kasus untuk mencari pendapatan sampingan dengan alasan minimnya pendapatan resmi.Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Efendi, Mabes Polri mematangkan sistim perhitungan renumerasi bagi anggotanya. Ditargetkan penghitungan renumerasi berbasis prestasi dan kinerja itu akan selesai pada triwulan ketiga 2009.
“Harapannya jika semua lancar dan disetujui Menkeu maka pada Januari 2010 sudah bisa cair,” kata Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Jakarta, Sabtu 25 Oktober.
Renumerasi itu besarnya bervariasi mulai dari Rp 7 juta hingga yang tertinggi mencapai Rp 47 juta. Renumerasi diharapkan bisa menjadi benteng integritas. “Ini sesuai niat kita untuk melakukan akselerasi kinerja Polri,” katanya.
Penghasilan anggota Polri saat ini terdiri dari gaji pokok yang naik setiap dua tahun, tunjangan jabatan, tunjangan beras, uang lauk pauk, dan tunjangan Polwan. Berdasar PP nomor 13 tahun 2008, seorang Pati mendapatkan gaji antara Rp 1,8-3,0 juta.
Sedangkan tamtama Rp 900 ribu hingga Rp 1,5 juta. Dengan perhitungan ini gaji minimum seorang Pati bisa disalip oleh gaji maksimum tamtama.
Sedangkan untuk tunjangan jabatan struktural sesuai Perpres 28 tahun 2007, maka eselon I A mendapat Rp 5,5 juta, sedangkan yang IV B hanya Rp 490 ribu. Ini ditambah uang lauk pauk Rp 35 ribu perhari ditambah tunjangan beras 28 kg untuk suami istri dan anak 10 kg.
Tunjangan keluarga 10 persen dari gaji pokok dan anak 2 persen dari gaji pokok. Seorang Kapolri, dengan perhitungan ini hanya digaji sekitar Rp 9,5 juta.
Berdasar data Juni lalu, anggota Polri yang tercatat sekitar 374 ribu personel. Mereka terdiri dari 214 Pati (Brigjen-Jenderal), 8887 Pamen (Kompol-Kombespol), 25229 perwira pertama (Ipda-AKP), 338799 bintara (bripda-Aiptu), dan 1397 tamtama (bharada-Abrip).
Sementara Kepala Biro Humas Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Gatot Sugiharto mengemukakan bahwa pemberlakuan sistem renumerasi di tingkat kepolisian merupakan bagian dari kebijakan reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah.
“Tidak bisa sembarangan. Setiap unit harus membuat SOP (standard operating procedure) terhadap kegiatan-kegiatannya dan dinilai. Ini semua ada dalam pedoman umum reformasi birokrasi yang dibuat oleh pemerintah,” ujarnya di Jakarta kemarin (25/10).
Untuk tahap awal, kata Gatot, kebijakan remunerasi diberlakukan pada pihak-pihak yang mengumpulkan uang yakni Departemen Keuangan yakni Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Kemudian mereka yang membuat hukum dan menjalankan peraturan disini BPK dan Mahkamah Agung.
Ketiga instansi ini sudah diberlakukan pada pertengahan tahun ini. Meski menuai protes dari kalangan DPR, namun pemerintah berhasil meyakinkan bahwa kebijakan ini penting dilakukan sebagai bagian untuk memperbaiki birokrasi.
Diharapkan dengan sistem renumerasi tersebut, performa pelayanan birokrasi yang dilakukan bisa meningkat dan berkembang secara profesionalisme. Tidak ada lagi alasan PNS mencari sampingan atau obyekan karena penghasilan yang terlalu rendah.
“Contohnya di BPK yang sudah diberlakukan. Itu sangat baik. Mulai dari absensi dan segalanya terekam dengan baik. Kalau mereka melanggar sanksinya juga berat,” papar Gatot.
Rencananya untuk tahap lanjutan adalah beberapa lembaga yakni Sekretariat Negara, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan aparat TNI/Polri. Mengenai hal ini Gatot enggan mengomentari lebih jauh.
“Setahu saya, keputusan tersebut berada di tangan Tim Reformasi Birokrasi tingkat nasional yang beranggotakan adalah Departemen Keuangan, BPK, Bappenas dan lembaga terkait lainnya,” imbuhnya.
Hingga kini, departemen dan instansi pemerintah yang telah menjalankan reformasi birokrasi adalah Departemen Keuangan, Mahkamah Agung, KPK, Kementerian Negara PAN, dan BPK.
Meneg PAN Taufiq Effendi pernah mengatakan bahwa hingga kini terdapat sembilan instansi yang menyatakan kesiapan untuk melakukan reformasi birokrasi antara lain,
Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara, Sekretariat Negara, Kepolisian, Sekretariat Kabinet, dan Kejaksaan Agung. Dia tidak menyebutkan sisa tiga instansi lain yang akan menjalani reformasi birokrasi.
Sri Mulyani yang juga Menteri Keuangan ini menuturkan pelaksanaan reformasi birokrasi tidak harus dimulai dengan memperbaiki renumerasi di setiap instansi pemerintah. Akan tetapi, reformasi birokrasi juga memerlukan prosedur dan proses penganggaran setiap kegiatan yang akan dilakukan.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar
Jangan Bengong Aja Silahkan Berkomen disini..